Thursday, September 6, 2018

Analisis Structure, Conduct dan Performance (SCP) Industri Tekstil dan Produk Tekstil di Indonesia


STRUKTUR PASAR
Menurut Greer (dalam Sunengcih, 2009), struktur pasar didefinisikan sebagai jumlah penjual dan pembeli serta besarnya pangsa pasar (market share) yang ditentukan oleh adanya diferensiasi produk, serta dipengaruhi oleh keluar masuknya pendatang atau pesaing. Untuk mengukur struktur pasar dapat digunakan beberapa ukuran yaitu rasio konsentrasi dan Minimum Efficiency of Scale (MES).
Analisis struktur pasar pada industri TPT dapat diketahui dengan melihat konsentrasi rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dan besarnya hambatan masuk pasar. Rata-rata rasio empat perusahaan terbesar (CR4) dalam industri TPT selama periode 2006-2013 adalah sebesar 12,02 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar. Hal ini karena penggabunagan empat perusahaan terkemuka yang memiliki pangsa pasar dibawah 40 persen (Jaya, 2001).

PRILAKU (CONDUCT)
Perilaku industri menurut Kuncoro (2007), diartikan sebagai pola tanggapan dan penyesuaian berbagai perusahaan dalam suatu industri untuk mencapai tujuannya dan menghadapi persaingan. Perilaku dapat terlihat dalam bagaimana perusahaan menentukan harga jual, promosi produk, atau periklanan (advertising), koordinasi kegiatan dalam pasar (misalnya dengan berkolusi, kartel, dan sebagainya), serta litbang (research and development).
Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ada. Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar dalam industri TPT di Indonesia adalah bersifat oligopoli. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri TPT di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain adalah strategi produk, harga, dan promosi.
Strategi produk yang dilakukan perusahaan pada industri TPT dalam rangka meningkatkan keuntungan perusahaan adalah peningkatan mutu melalui pengembangan desain, melakukan inovasi, menciptakan trend mode, membangun brand image, serta memberikan ketersediaan produk dalam jumlah yang cukup. Struktur pasar dalam industri tekstil bersifat oligopoli yang longgar, maka perusahaan - perusahaan dalam industri TPT kurang potensial untuk melakukan kolusi. Mereka tetap harus mempertimbangkan willingness to pay masyarakat yang masih memiliki kekuatan dalam mempengaruhi penetapan harga. Artinya perusahaan tidak bisa menentukan harga sesuai dengan keinginan mereka. Media promosi yang sangat efektif untuk mempromosikan produk adalah melalui media cetak dan elektronik. Demikian juga dalam pengembangan produk tekstil peran serta media cetak dan elektronik sangat diperlukan dalam memasarkan produk tekstil dalam negeri minimal untuk pangsa pasar domestik yang cukup potensial dimana Indonesia termasuk negara  berpenduduk terbesar didunia. Selain itu penyebaran produk ke luar negeri juga sangat diperlukan sehingga masyarakat internasional mengenal aneka produk tekstil Indonesia. Disamping itu pemasaran melalui masyarakat Indonesia yang bermukim di luar negeri juga dapat sangat efektif dalam mengenalkan produk Indonesia.

KINERJA (PERFORMANCE)
Kinerja industri menurut Teguh (2010), merupakan hasil-hasil atau prestasi yang muncul di dalam pasar sebagai reaksi akibat terjadinya tindakan-tindakan para pesaing pasar yang Structure Conduct Performance menjalankan berbagai strategi perusahaannya guna bersaing dan menguasai keadaan pasar. Kinerja secara lebih rinci dapat dilihat dari laba, efisiensi, pertumbuhan (termasuk perluasan pasar), kesempatan kerja, prestise profesional, kesejahteraan personalia, dan juga kebanggaan kelompok.
Penelitian ini menggunakan variabel Price Cost Margin (PCM), efisiensi (XEF), dan pertumbuhan output (growth) untuk menganalisis kinerja industri TPT di Indonesia. PCM menggambarkan proksi keuntungan yang diterima oleh suatu industri, XEF menunjukkan tingkat efisiensi suatu industri dalam meminimalisasi biaya produksinya, sedangkan growth menggambarkan pertumbuhan industri dari tahun ke tahun.

Hasil Penelitian
Struktur Industri TPT di Indonesia
Berdasarkan hasil penelitian, untuk analisis struktur industri TPT di Indonesia periode 2006-2013 dinyatakan bahwa industri TPT berada pada struktur oligopoli yang longgar dengan nilai rata-rata CR4 sebesar 12,02 persen atau berada pada kondisi pasar oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Artinya kesepakatan diantara perusahaan dalam suatu industri untuk menetapkan harga sangat sulit dilakukan (Jaya, 2001). Sementara nilai rata-rata MES dalam industri TPT di Indonesia sebesar 4,98 persen. Nilai MES yang rendah dapat menjadi peluang bagi masuknya perusahaan baru ke dalam pasar industri TPT di Indonesia. Masuknya perusahaan pendatang baru akan menimbulkan sejumlah implikasi bagi perusahaan yang sudah ada, misalnya kapasitas yang menjadi bertambah, terjadinya perebutan pasar (market share) serta perebutan sumber daya produksi yang terbatas. Tingkat konsentrasi memiliki pengaruh negatif dengan persaingan, karena tingkat konsentrasi di Industri TPT semakin turun maka tingkat persaingan dalam industri tersebut akan meningkat. Dengan nilai CR4 dan MES yang rendah membuat pesaing baru mudah masuk ke dalam industri TPT karena struktur pasar yang terbentuk juga cenderung kepada struktur persaingan monopolistik.

Perilaku Industri TPT di Indonesia
Analisis perilaku pasar dilakukan secara deskriptif dengan mengacu pada struktur pasar yang telah ada. Berdasarkan hasil analisis, struktur pasar dalam industri TPT di Indonesia adalah bersifat oligopoli longgar yang cenderung kepada persaingan monopolistik. Hal ini akan menimbulkan beberapa perilaku yang dilakukan oleh para pelaku industri pada industri TPT di Indonesia. Perilaku yang dilakukan tersebut antara lain adalah strategi produk, harga, dan promosi. Pada industri TPT perusahaan bersifat ”price takers”, harga produk yang ditetapkan merupakan harga pasar (kesepakatan penjual dan pembeli). Adanya penetapan harga tersebut maka produsen harus bersaing secara sehat, maka perusahaan-perusahaan dalam industri TPT kurang potensial untuk melakukan kolusi. Pada industri ini, diperkenalkan adanya strategi diferensiasi dan inovasi produk yang dijual oleh perusahaan dalam industri TPT sehingga keuntungan meningkat dari perusahaan bertambah sejalan dengan meningkatnya kemampuan produsen untuk memperluas bagian pasarnya melalui keunggulan produk yang dimilikinya. Namun jika strategi ini tidak handal lagi, bisa saja posisi industri sudah berada diambang kerugian. Sedang untuk strategi promosi yang diterapkan dalam industri ini yaitu melalui media untuk diperkenalkan kepada masyarakat, baik media cetak maupun elektronik. Dari acara fashion show juga bisa dijadikan strategi untuk mempromosikan produk tekstil.

Kinerja Industri TPT di Indonesia
Sementara analisis kinerja industri TPT di Indonesia bisa diukur melalui tingkat keuntungan (PCM), efisiensi, dan pertumbuhan output (growth). Untuk Tingkat keuntungan terbesar yang diperoleh selama periode penelitian 2006-2013 adalah sebesar 38,02 persen pada tahun 2012 dan tingkat keuntungan terendah yang diterima sebesar 23,67 persen pada tahun 2013. Penurunan tersebut disebabkan adanya peningkatan biaya input yang digunakan dalam proses produksi industri, sehingga meskipun tingkat produksi mengalami peningkatan pada tahun 2013 tetapi penggunaan biaya input yang digunakan lebih besar dari penggunaan output sehingga tingkat keuntungan yang diperoleh industri TPT mengalami penurunan. Nilai rata-rata XEF dari tahun 2006 sampai 2013 sebesar 77,27 persen. Nilai XEF rata-rata tertinggi pada industri TPT berada pada tahun 2012 sebesar 104,39 persen. Nilai XEF yang tinggi tersebut mencerminkan kemampuan industri untuk meminimumkan jumlah biaya input yang digunakan untuk proses produksi, artinya perusahaan dikelola dengan sangat baik. Sementara fluktuasi nilai Growth dari tahun 2006 sampai 2013 sangat tajam sehingga variabel Growth tidak memiliki tren tertentu. Peningkatan dan penurunan terjadi secara tajam dari tahun ke tahun.

Analisis Struktur, Perilaku Dan Kinerja Industri Minuman Di Indonesia Periode 2006 – 2009


STRUKTUR PASAR
Struktur pasar didefinisikan sebagai jumlah penjual dan pembeli sertabesarnya pangsa pasar (market share) yang ditentukan oleh adanya diferensiasi produk, serta dipengaruhi oleh keluar masuknya pendatang atau pesaing. Sementara menurut Jaya (2001), struktur pasar menunjukkan atribut pasar yang mempengaruhi sifat proses persaingan.

Struktur pasar yang dimiliki oleh industri minuman Go publik di Indonesia adalah struktur persaingan oligopoli dengan nilai rata-rata konsentrasi empat perusahaan terbesar adalah 97,83 % yang artinya termasuk pasar oligopoli ketat . Perkembangan tingkat konsentrasi CR4 dapat disimpulkan bahwa tingkat persaingan pada pasar industri minuman Go Publik di Indonesia terkonsentrasi atau tidak kompetitif karena dominanya 4 perusahaan yaitu PT Aqua Golden Missisipi, PT Multi Bintang , PT Ultrajaya Milk dan PT Delta Djakarta dengan total CR4 selalu lebih dari 95%, dikarenakan 4 perusahaan ini memiliki merk dagang yang lebih kuat juga kemampuan produksi yang besar dari pesaingnya.

PRILAKU
Menurut Hasibuan , perilaku adalah tanggapan dan penyesuaian suatu industri didalam pasar dalam mencapai tujuannya. Dari kedua pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa conduct adalah perilaku suatu perusahaan dalam menghadapi persaingan dalam harga, tingkat produksi, kualitas produk dan promosi. Untuk menunjukkan perilaku dapat juga dilihat dari penentuan harga, apakah secara mandiri atau dengan melakukan kolusi dengan perusahaan lainnya. Promosi dalam hal ini berupaiklan yaitu salah satu upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan pangsa pasar.

Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri minuman akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya. Mengingat industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli , maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga.

PT Delta Djakarta Tbk
Pabrik Anker Bir didirikan pada tahun 1932 dengan nama Archipel Brouwerij. Dalam perkembangannya kepemilikan dari pabrik ini telah mengalami beberapa kali perubahan sehingga terbentuk PT Delta Djakarta pada tahun 1970. Perusahaaan mulai beroperasi pada tahun 1933. Jumlah karyawan Perusahaan dan anak perusahaan pada tanggal 31 desember 2007 dan 2006 masing masing 529 orang dan 507 orang. Perusahaan ini bergerak dalam satu segmen usaha yaitu industri minuman.

PT Aqua Golden Mississippi
PT Aqua Golden Mississippi atau yang terkenal dengan produknya yang bermerk Aqua lahir atas ide almarhum Tirto Utomo (1930-1994).  Dari segi penjualan industri ini mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun. Pada 2002, terjadi kenaikan 30 persen dibandingkan tahun 2001 dari 5,4 miliar liter menjadi 7,1 miliar liter. Tahun ini, ditargetkan peningkatan hingga 20 persen menjadi 8,5 miliar liter.

PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk
PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk., selanjutnya disebut Induk perusahaan bergerak dalam bidang industri makanan dan minuman, khususnya minuman antiseptik yang dikemas dalam kemasan karton yang diolah dengan teknologi UHT (ultra high temperature) seperti minuman susu, minuman sari buah, minuman tradisional dan minuman kesehatan. Induk perusahaan juga memproduksi rupa rupa mentega, teh celup, konsentrat buah-buahan tropis, susu bubuk dan susu kental manis. Induk perusahaan melakukan kerjasama dengan beberapa perusahaan multinasional seperti dengan Nestle, Morinaga, dan lain lain

PT Multi Bintang Indonesia Tbk
PT Multi Bintang Indonesia Tbk adalah perusahaan pembuat bir terkemuka di Indonesia, yang memproduksi dan/atau memasarkan serangkaia produk bermerek, termasuk Bir Bintang, Bintang Zero, Heiniken, Guinesss Foreign Extra Stout dan Green Sands. Visi perusahaan adalah menjadi produsen bir pilihan nomor satu dan tidak tertandingi di Indonesia

PT. Ades Waters Indonesia Tbk
PT. Ades Waters Indonesia Tbk , didirikan dengan nama PT Alfindo Putrasetia di tahun 1985. Nama Perseroan telah diubah beberapa kali; terakhir di tahun 2004, ketika nama Perseroan diubah menjadi PT. Ades Waters Indonesia Tbk.


KINERJA

Performance atau kinerja merupakan implikasi atau hasil dari perilaku pasar.Kinerja menggambarkan seberapa baik pasar bekerja. Dimensi kinerja pasarmenganalisa organisasi industri yang membahas efisiensi, keadilan, dan kemajuan.Efisiensi menjelaskan seberapa baik pasar dalam menggunakan sumber daya yangterbatas.

Di Indonesia minuman instant kemasan sangat mudah diperoleh dari berbagai tempat, mulai dari warung, sampai tokotoko kecil. Minuman ringan atau instant kemasan dikonsumsi oleh setiap lapisan masyarakat dari berbagai latar belakang. Menurut survey yang dilakukan oleh sebuah lembaga independent (LPEM Universitas Indonesia) dan sebuah riset pemasaran. Jika dilihat dari jumlah dana yang dikeluarkan masyarakatuntuk mengkonsumsi minuman pada tahun 2005 sebesar Rp19.898 miliar rupiah dan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun hingga mencapai Rp26.665 miliar rupiah pada tahun 2009. Hal ini mengindikasikan bahwa industri minuman di Indonesia selalu digandrungi oleh semua kalangan. Selain harganya yang ekonomis, industri Ini sangat praktis dan juga menjadi minuman. Inovasi produk pun bermunculan dalam menghadapi persaingan antar produsen minuman, diantaranya Inovasi dalam rasa dan kemasan.

Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan pada industri minuman Go publik di Indonesia dari tahun 2006 sampai tahun 2009 maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut : Struktur pasar yang dimiliki oleh industri minuman Go publik di Indonesia adalah struktur persaingan oligopoli dengan nilai rata-rata konsentrasi empat 17 Analisis Struktur, Perilaku Dan Kinerja Industri Minuman Di Indonesia Periode 2006 – 2009 perusahaan terbesar adalah 97,83 % yang artinya termasuk pasar oligopoli ketat . Perkembangan tingkat konsentrasi CR4 dapat disimpulkan bahwa tingkat persaingan pada pasar industri minuman Go Publik di Indonesia terkonsentrasi atau tidak kompetitif karena dominanya 4 perusahaan yaitu PT Aqua Golden Missisipi, PT Multi Bintang , PT Ultrajaya Milk dan PT Delta Djakarta dengan total CR4 selalu lebih dari 95%, dikarenakan 4 perusahaan ini memiliki merk dagang yang lebih kuat juga kemampuan produksi yang besar dari pesaingnya. PT Akasha Wira International hanya memiliki CR dibawah 5% setiap tahunya, terlihat PT Akasha Wira International kalah bersaing dari 4 perusahaan lainya baik dari sisi merk dagang dan produksi.Penetapan harga oleh suatu perusahaan dalam industri minuman akan dipengaruhi oleh penetapan harga oleh pesaingnya.

Mengingat industri minuman ringan berada pada struktur persaingan oligopoli , maka perilaku konsumen masih diperhitungkan dalam menentukan harga. Berdasarkan kesimpulan dari hasil pembahasan, dapat memberikan saran, kecendrungan pasar industri minuman Go Publik di Indonesia semakin tidak kompetitif atau terkonsentrasi, sehingga memerlukan pengawasan oleh pemerintah untuk mengawasi kegiatan usaha yang terindikasi memiliki posisi terlalu dominan dan menyulitkan pendatang baru pada industri minuman Go Publik di Indonesia. Industri minuman harus dapat mempertahankan Penjualan dan Pangsa Pasar yang telah dicapai dan diharapkan dapat menguasai pangsa pasar internasional kedepanya dengan strategi – strategi yang kritis. Bagi penelitian selanjutnya, agar menggunakan data yang lebih luas, selain perusahaan-perusahaan industri minuman Go Publik dan menggunakan CR sebagai variabel yang digunakan untuk menentukan konsentrasi industri minuman.

Program Entrepreneurship yang Berkembang di Indonesia



Terdapat beberapa program entrepreneurship yang berkembang di Indonesia dan negara sekitar Indonesia, berikut program - program entrepreneurship tersebut :

1. Woman Etrepreneurship Program
Dengan latar belakang budaya,sosial,pendidikan, dan faktor-faktor lain , maka peluang wanita berwirausaha menjadi suatu tantangan yang perlu dikelola oleh semua pihak. Oleh karena itu perlu adanya kebijakan untuk memberdayakan kaum wanita untuk dapat menciptakan tantangan menjadi kesempatan bisnis.
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2002), meskipun telah diperjuangkan selama bertahun-tahun secara legislatif, wanita tetap mengalami diskriminasi di tempat kerja. Meskipun demikian, bisnis kecil telah menjadi pelopor dalam menawarkan peluang di bidang ekonomi baik pekerjaan maupun kewirausahaan. Seorang penulis mengatakan, “Kewirausahaan telah bersifat unisex seperti celana jeans, di mana si sini wanita dapat mengembangkan impian maupun harapan terbesarnya”. Semakin banyak wanita yang menyadari bahwa menjadi wirausahawan adalah cara terbaik untuk menembus dominasi pria yang menghambat peningkatan karier waktu ke puncak organisasi melalui bisnis mereka sendiri. Faktanya, wanita yang membuka bisnis 2,4 kali lebih banyak daripada pria. Meskipun bisnis yang dibuka oleh wanita cenderung lebih kecil dari yang dibuka laki-laki, tetapi dampaknya sama sekali tidak kecil. Perusahaan-perusahaan yang dimiliki wanita memperkerjakan lebih dari 15,5 juta karyawan atau 35 persen lebih banyak dari semua karyawan Fortune 500 di seluruh dunia. Wanita memiliki 36 persen dari semua bisnis. Meskipun bisnis mereka cenderung tumbuh lebih lambat daripada perusahaan yang dimiliki pria, wanita pemilik bisnis memiliki daya hidup lebih tinggi daripada keseluruhan bisnis. Meskipun 72 persen bisnis yang dimiliki wanita terpusat dalam bidang eceran dan jasa (seperti juga kebanyakan bisnis), wirausahawan wanita berkembang dalam industri yang sebelumnya dikuasai laki-laki, seperti pabrik, konstruksi, transportasi dan pertanian.

Woman Etrepreneurship Program  di Indonesia

Keterlibatan wanita di Indonesia dalam bidang usaha sudah ada sejak jaman dahulu, misalnya mereka mengelola kerajinan tangan tradisional khas daerahnya, membuat batik, kain tenun, anyaman dan sebagainya. Hasilnya sangat dirasakan bermanfaat bagi perekonomian keluarga dan perekonomian daerah. Yang sampai saat ini masih terlihat tangguhnya wanita wirausaha adalah para pedagang/pengrajin batik di wilayah Solo maupun Jogjakarta.
             Dengan melihat berbagai motivasi para wanita untuk berwirausaha, Terdapat dukungan dari berbagai pihak dalam pelaksanaan pemberdayaan wanita. Dukungan dari pemerintah maupun lembaga lain. Antara lain:
1. Pemerintah Indonesia. Dengan adanya GKN ( Gerakan Kewirausahaan Nasional) pada tahun 2011 dan pada tahun 2014 dengan mengusung “Spirit of Women Enterprenurship” yang telah dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, telah mendorong program wirausaha wanita  melalui bantuan program dan kebijakan yang dikelola oleh departemenKoperasi,Keuangan,Perdagangan,Peranan Wanita, Eknomi dan Kreatif .
 2. Lembaga Swasta,. Pihak industri telah melakukan program Corporate Social Responsibility dengan memberikan pelatihan, bantuan fasilitas,pendanaan.
3. Lembaga masyarakat:sebagai contoh di pedesaan terbentuk kelompok wanita tani(binaan Dep pertanian) dengan pemberian pelatihan, perintisan usaha,pelatihan berorganisasi,bantuan. Pinjaman dana, peralatan,penguatan modal, akses perijinan usaha dagang.
4. Lembaga pendidikan memberikan pendampingan dengan pelatihan, program pengabdian kepada masyarakat.


  2. Techno Entrepreneurship Program
               Techno-entrepreneurship adalah segala jenis kegiatan entrepreneurship dan intrapreneurial yang ada dan mulai timbul beroperasi di lingkungan teknologi. Techno-entrepreneurship adalah sebuah konsep yang luas dan melibatkan banyak hal dan bukan hanya inovasi Teknologi. Techno-entrepreneur adalah orang  yang mengatur, mengelola, dan mengasumsikan risiko suatu perusahaan bisnis berbasis teknologi. Techno-entrepreneurship erat kaitannya dengan teknologi yang berkembang pesat. Techno enteprenuer bertujuan melakukam komersialisasi atas beragam penemuan teknologi agar bisa di manfaatkan banyak kalangan. Techno-entrepreneurship berhubungan dengan sosial-entrepreneurship yang menempatkan konsep teknologi dan manajemen teknologi dalam perspektif dan penawaran dengan strategi untuk mengelola inovasi. Ini termasuk cara membuat inovasi produk dan memahami prosesnya.
     Di dunia bisnis techno-entrepreneurship  bertujuan untuk mengembangkan dan mengelola teknologi canggih dan inovasi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif perusahaan nasional dan internasional, untuk mengembangkan manajer dengan keterampilan kewirausahaan  dinamis dan visi yang akan membentuk masa depan. Menempatkan konsep teknologi dan manajemen teknologi dalam perspektif  dan penawaran dengan strategi untuk mengelola inovasi. Techno-enterpreneur meliputi Manajemen Teknologi dan Inovasi, Manajemen dan Akuntansi Biaya, Manajemen Keuangan, Manajemen Pemasaran, Analisis Ekonomi. Organisasi bisnis terpecah antara layanan bisnis yang efektif bagi konsumen dan profitabilitas organisasi. Hal ini relevan dalam pandangan dari kebutuhan untuk menyusun strategi operasi mereka dalam pasar bisnis yang kompetitif, terutama untuk perusahaan-perusahaan swasta. Pemahaman yang komprehensif tentang manajemen keuangan yang berkaitan dengan strategi keseluruhan organisasi bisnis. Antara lain, ini melibatkan identifikasi keputusan keuangan, evaluasi masalah dan berasal efektif bergerak keuangan strategis.

Techno Entrepreneurship Program di Indonesia      
           Di Indonesia techo-entrepreneurship berhubungan dengan Sistem Inovasi Nasional (SIN), yaitu suatu pengaturan kelembagaan yang secara sistematik dan berjangka panjang dapat mendorong, mendukung, menyebarkan dan menerapkan inovasi-inovasi di berbagai sektor, dan dalam skala nasional.
         Sementara secara ringkas, sistem inovasi diartikan sebagai jaringan berbagai elemen atau pelaku yang interaksi bersamanya mendorong modifikasi dan pemakaian teknologi-teknologi baru secara bermanfaat bagi ekonomi negara. Kiranya jelas bahwa hubungan kerjasama atau kemitraan antara berbagai pihak yang terlibat merupakan syarat yang perlu didalami demi penguatan sistem inovasi yang ditujukan pada peningkatan daya saing. Dalam tahap penelitian, pemerintah sejak tahun 1990-an telah mengembankan program  RUT (Riset Unggulan Terpadu), kemudian disusul dengan RUK(Riset Unggulan Kemitraan). Kedua program ini menyediadakan dana APBN untuk program-program penelitian lintas institusi dan kemudian didalam program RUK diadakan kerjasama dengan swasta. Memasuki pematangan suatu hasil penelitian, yang biasanya dilakukan didalam inkubator, diperukan sumber dana lain yang sering dinamakan seed capital.
      Dari hasil inilah akan lahir pengusaha dan perusahaan baru berbasis iptek atau techno-entrepreneur. Start-up company (sebutan kepala perusahaan yang baru ini) berbasis iptek, biasanya dimotori hanya oleh perorangan atau kelompok yang berhasil melakukan penelitian dan pengembangan produk proses tertentu,yang sudah matang untuk dikomersialisasikan. Sebab itu diperlukan dana yang ikut dalam usaha baru. Usaha yang berisiko tinggi, tapi juga bisa menjadi leader dalam bidangnya. Dana atau modal semacam ini biasanya disediakan oleh Venture Capital (Modal Venture). Ditahun 1970-an pemerintah telah memulai usaha ini dengan PT Bahana. Disusul kemudian hampir disemua daerah dibentuk Modal Venture Daerah dan kemudian PNM. Sayangnya dalam prekteknya, perusahaan-perusahaan tersebut tidak bertindak sebagai modal venture seperti yang diharapkan, melainkan memberrikan pinjaman dengan pengembalian melalui bagi hasil, dan ikut dalam manajemen perusahaan baru tersebut. Sehingga dalam perkembangannya perusahaan modal venture tersebut tidak dapat diandalkan untuk membantu start up company berbasis iptek.

3. Social Etrepreneurship
      Wirausaha sosial menjadi fenomena sangat menarik saat ini karena perbedaan-perbedaannya dengan wirausaha tradisional yang hanya fokus terhadap keuntungan materi dan kepuasan pelanggan serta signifikansinya terhadap kehidupan masyarakat. Kajian mengenai kewirausahaan sosial melibatkan berbagai ilmu pengetahuan dalam pengembangan serta praktiknya di lapangan. Lintas ilmu pengetahuan yang diadopsi kajian kewirausahaan sosial merupakan hal penting untuk menjelaskan serta membuat pemikiran-pemikiran baru.
Terdapat beberapa pembelajaran tentang kewirausahawan sosial beserta beberapa karakteristik yang dimiliki oleh para pengusaha sosial itu sendiri.
        Hal ini pada dasarnya terdiri dari hal-hal yang tidak umum untuk dilakukan dalam kegiatan usaha yang biasanya berjalan secara rutin. Tujuan utama dari pengusaha sosial adalah melayani kebutuhan dasar masyarakat, sementara pengusaha tradisional adalah untuk meraih pasar yang besar kesenjangan dan memperoleh keuntungan, dalam proses bertaraf minimum untuk kepentingan masyarakatnya.
Hal ini tentunya sangat bergantung kepada bagaimana isi dari gagasan yang kita tawarkan, pada dasarnya agar gagasan serta ide yang kita tawarkan bisa diterima oleh masyarakat kita harus memiliki misi sosial di dalamnya semata-mata hanya untuk membuat masyarakat dapat terbebaskan dari permasalahan yang terjadi.  Dalam pelaksanaan pengimplementasian gagasan tersebut pastinya kita akan mendapatkan banyak sekali permasalahan, seorang jiwa wirausaha sosial (social entrepreneur) harus mempunyai kemampuan pengelolaan risiko (risk management) agar dapat menuntaskan apa yang menjadi idenya tersebut. Kemampuan mengelola risiko ini merupakan suatu hal yang penting agar kita dapat memastikan bahwa program yang ditawarkan berjalan secara berkelanjutan.

Social Entrepreneurship di Indonesia
      Lantas, seperti apakah social enterpreneurship yang ada di Indonesia? Beberapa contohnya adalah rumah singgah, rumah baca, dan bank sampah. Usaha-usaha tersebut tidak mencoba mencari keuntungan melainkan hanya membutuhkan sejumlah dukungan operasional. Tujuan dari usaha-usaha tersebut semata untuk kepentingan masyarakat. “Siapapun yang ingin menjadi seorang enterpreneur maupun social enterpreneur, sudah seharusnya memiliki strong motivation, passion, dan knowledge,” lanjut Nurul. Dalam hal ini, knowledge meliputi hal-hal yang menyangkut bisnis dan pasar.
        Keberadaan social entrepreneur di Indonesia masih minim. Padahal, dengan hadirnya semangat tersebut dapat menjawab tantangan dan kondisi sosial di berbagai sektor, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, tenaga kerja, transportasi. "Problem kita ini banyak sekali, makanya masyarakat harus gerak, karena pemerintah saja tidak akan cukup. Kita punya power melalui kreativitas Melalui social enterprise, maka akan selesai masalahnya," kata Bernhard dalam acara yang sama.

4. Program Mahasiswa Wirausaha
   Sebagai pelengkap program yang telah ada sebelumnya, khususnya kewirausahaan sejak tahun 2009 Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah meluncurkan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) untuk dilaksanakan dan dikembangkan oleh perguruan tinggi. Program tersebut dilaksanakan di seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan di  beberapa Perguruan Tinggi Swasta (PTS) hasil diseleksi Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dengan alokasi dana yang berbeda-beda.
        Program PMW ini bertujuan untuk menghasilkan karya kreatif, inovatif dalam membuka peluang usaha yang berguna bagi mahasiswa setelah menyelesaikan studi, dengan memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap atau jiwa wirausaha (entrepreneurship) berbasis Iptek  kepada para mahasiswa agar dapat mengubah pola pikir (mindset) dari pencari kerja (job seeker)  menjadi  pencipta  lapangan  pekerjaan  (job  creator)  serta menjadi calon/pengusaha yang  tangguh  dan sukses menghadapi persaingan global. Program ini juga bertujuan mendorong  kelembagaan  atau unit kewirausahaan di perguruan tinggi agar dapat mendukung pengembangan program-program kewirausahaan.  Sebagai hasil akhir, diharapkan terjadinya penurunan angka pengangguran lulusan pendidikan tinggi.Keberhasilan program ini setidak-tidaknya dilihat dari tiga indikator, yaitu jumlah  mahasiswa yang berhasil menjalankan  usaha  (sebagai wirausaha), terbentuknya model pendidikan kewirausahaan di perguruan tinggi, dan terbentuknya lembaga pengembangan pendidikan kewirausahaan yang mengkordinasikan berbagai kegiatan terkait kewirausahaan di perguruan tinggi.
  Pedoman PMW diperbaiki setiap tahun berdasarkan berbagai masukan dan pertimbangan dari berbagai pihak serta pengalaman pelaksanaan PMW tahun-tahun sebelumnya. Diharapkan pedoman ini dapat membantuperguruan tinggi dalam  merencanakan dan mengimplementasikan Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) pada tahun 2015 dengan lebih efektif dan efisien dengan capaian optimal,  yang sekaligus dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan alokasi dana berbasis kinerja pada tahun anggaran berikutnya.

5. Corporate Entrepreneurship Program
Dalam menghadapi pesaing, perusahaan perlu lebih kreatif dan inovatif dengan melakukan suatu inovasi terhadap produknya. Perusahaan perlu melakukan inovasi produk agar perusahaan memiliki keunggulan bersaing (competitive advantage) yang merupakan langkah maju dalam mencapai masa depan yang lebih baik, misalnya seperti menghasilkan atau memperbanyak varian produk dengan kualitas, desain, dan harga yang kompetitif agar dapat menyaingi produkproduk yang dihasilkan oleh para pesaing sejenis maupun pesaing yang menyediakan barang subtitusi. Namun dalam hal kreativitas dan inovasi ini perusahaan tidak bisa hanya memakai sistem top-down saja, terkadang sistem bottom-up bisa menjadi pilihan yang baik dalam melakukan inovasi dalam perusahaan (Morris dan Kuratko, 2002).
           Oleh karena itu, salah satu sistem yang paling tepat untuk diterapkan dalam perusahaan adalah corporate entrepreneurship (kewirausahaan korporasi). Pengertian dari corporate entrepreneurship itu sendiri didefinisikan bermacam-macam. Namun pada intinya corporate entrepreneurship itu sendiri adalah suatu proses atau aktivitas entrepreneurial yang dilakukan individu atau kelompok di sebuah organisasi yang sudah ada (Guth dan Ginsberg, 1990). Dengan kata lain, disini perusahaan harus mampu mewujudkan atau membangkitkan jiwa-jiwa entrepreneur dalam diri para karyawan nya untuk terus melakukan inovasi dan memperluas usaha dengan menjajaki peluang baru melalui kombinasi baru dari sumberdaya yang sudah ada sesuai dengan tujuan dan kemampuan bersaing, maka fungsi corporate entrepreneurship adalah melakukan proses penciptaan kekayaan dan peningkatan nilai tambah melalui gagasan-gagasan, meramu segala kreatifitas dan sumber-sumber hinggga menjadi sebuah inovasi baru yang nyata.

 Corporate Entrepreneurship Program di Indonesia
Para pengamat menyatakan adalah usaha menahan kejaran agresif Star One Indosat dan Esia Bakrie Telecom, maka Telkom merubah kebijakan tersebut. Kini, para karyawan Telkom boleh, dianjurkan bahkan didukung berbisnis sampingan. Caranya, menjual telepon Flexi. Bisa bentuk layanan Flexi Classy yang prabayar fixed wireless terminal (FWT), atau menjual voucher isi ulang. Sasarannya, voucher untuk meningkatkan pendapatan PT Telkom, sementara penjualan kartu perdana untuk percepatan penambahan pelanggan.
Inisiatif ini membuat kita kini menjumpai pegawai dalam jaringan Telkom yang selain melakukan aktifitasnya sehari-hari, mereka juga sekaligus menjual layanan Flexi. Telkom memiliki sekitar 30.000 pegawai, mereka juga umumnya tinggal di kompleks perumahan yang berkualitas. Bayangkan kalau istri, anak, pembantu, sopir dikerahkan untuk jualan Flexi, ketenarannya pasti akan mengalahkan Fuji Image Plaza atau gerai Indofood. Dari pelanggan 1,8 juta, Telkom berharap melalui penjualan 30.000 pegawai plus plus tadi maka target 3,5 juta pelanggan di akhir tahun dapat terpenuhi.
Tidak perlu diperdebatkan yang dilakukan Telkom tepat atau keliru dalam menghadapi persaingan bisnis seluler yang luar biasa ini. Yang menarik ialah mencermati bagaimana inisiatif baru di alam korporasi Indonesia ini berkutat menuju keberhasilan. Dan yang pasti, ada gairah baru di PT Telkom ketika pimpinan perusahaan mengumumkan bolehnya bisnis sampingan tersebut.